Cara Menjaga Kesehatan Mental Selama Masa Pandemi
Cara Menjaga Kesehatan Mental Selama Masa Pandemi – Epidemi virus corona tidak hanya mengancam tubuh tetapi juga pikiran setiap orang. Tak hanya rasa takut, dampak psikologis pun bisa berakibat serius. Bagaimana cara membayarnya?
Berbagai olah raga seperti jogging atau lompat-lompat di sekitar lokasi bisa Anda lakukan selama masa karantina di rumah. Dengan aktivitas fisik, tubuh memproduksi endorfin yang dapat menghilangkan stres, mengurangi kecemasan, dan mengembalikan semangat
Cara Menjaga Kesehatan Mental Selama Masa Pandemi
Makanlah makanan yang mengandung protein, lemak sehat, karbohidrat, vitamin, mineral dan serat. Beragam nutrisi bisa Anda peroleh dari nasi dan
Kesehatan Mental Anak-anak Di Desa: Mendukung Pertumbuhan Dan Perkembangan Optimal
Tidak hanya melindungi kesehatan tubuh, tetapi juga menjaga nutrisi pikiran, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Jika Anda seorang perokok, cobalah untuk menghentikan kebiasaan buruk tersebut mulai sekarang. Merokok meningkatkan risiko tertular penyakit, termasuk virus corona. Sampai akhir kesakitan dan para penggemarnya minum. Merokok dan meminum minuman beralkohol dapat membahayakan kesehatan fisik dan mental.
Kebiasaan buruk yang juga harus dihentikan, kurang diistirahatkan, atau seringkali terlambat ditunda. Jika kurang istirahat, Anda akan lebih mudah mengalami kecemasan
Selama karantina di rumah, kamu bisa melakukan hobi atau aktivitas yang kamu sukai, seperti memasak, membaca buku, atau menonton film. Selain meningkatkan produktivitas, kegiatan tersebut juga dapat menghilangkan rasa bosan.
Tips Menjaga Kesehatan Mental Di Masa Pandemi Covid-19
Untuk mengurangi kecemasan, luangkan waktu untuk menonton, membaca, atau mendengarkan berita mengenai pandemi, baik di televisi, media cetak, atau media sosial.
Namun, mereka tidak menyimpan informasi penting sama sekali. Pilih informasi penting Anda dan terima dengan bijak. Anda hanya dapat mengetahui tentang epidemi virus corona dari sumber yang dapat dipercaya. Banyak faktor yang menjadi penyebab stres, seperti banyaknya kasus positif virus corona, penuhnya ruangan rumah sakit, dan situasi WFH (Work From Home) yang berkepanjangan.
Menurut data Kaiser Family Foundation (KFF), sekitar 40 persen orang dewasa Amerika mengatakan bahwa kecemasan atau stres terkait virus corona berdampak negatif pada kesehatan mental mereka, termasuk 12 persen yang mengatakan hal itu berdampak serius.
Untungnya, Anda dapat mengambil beberapa langkah dengan pikiran yang tenang. Pakar kesehatan mental melaporkan cara mengatasi stres yang disebabkan oleh epidemi virus corona
Cara Menumbuhkan Ketangguhan & Menjaga Kesehatan Mental
Pandemi COVID-19 telah mengubah banyak rutinitas dan cara kita bekerja. Pada minggu pertama bekerja dari rumah, ia bisa mengenakan sweats atau boots setiap hari tanpa perlu repot dengan pakaian kerja formal.
Namun mengenakan pakaian yang biasa Anda gunakan saat bekerja dapat membantu membedakan hari kerja Anda dengan hari-hari Anda di rumah saat karantina.
Selama pandemi COVID-19, kita semua belajar untuk hidup dengan peraturan baru dan mengatasi rasa takut yang mendasari suami kita yang baru ditemukan akan sakit. Pada saat ini, penting untuk melepaskan diri kita sendiri.
Menurut Shannon O’Neill, PhD, asisten profesor psikiatri di Rumah Sakit Mount Sinai di New York, selama pandemi ini, penting untuk bersabar dan bersikap sebaik mungkin kepada diri sendiri.
Rsu Haji Surabaya
Selama pandemi virus corona, melihat berita mungkin terkesan sugestif. Selama pandemi COVID-19, berita mengenai jumlah kematian harian dan tekanan keuangan dapat menjadi hal yang menakutkan bagi jutaan orang.
“Begitulah cara kerja laporan ini, memberikan kita kebenaran yang nyata,” kata Dr. O’Neil. Oleh karena itu, penting untuk tidak mengikuti berita setiap jam.
Cara mudah untuk melakukannya, tanpa harus benar-benar terputus dari alam, adalah dengan meluangkan waktu membaca berita setiap hari. Kuncinya di sini adalah menutup telepon atau mematikan TV setelah waktu yang telah ditentukan berlalu dan baru kembali menonton berita keesokan harinya.
Meski pemberitaan mengenai pandemi COVID-19 sangat menyedihkan, namun ada sisi positif dari masa karantina. Beberapa orang mungkin menghabiskan lebih banyak waktu bersama keluarga, lebih fokus pada perawatan diri atau hobi.
Kiat Menjaga Kesehatan Mental Anak Di Masa Pandemi Covid-19
“Apa pun keadaan yang kita hadapi, penting untuk melihat sisi baik dan fokus pada sisi buruknya,” Susan Albers, PsyD, psikiater di Cleveland Clinic.
Pandemi COVID-19 telah memaksa banyak orang untuk memahami seberapa besar kendali yang mereka miliki terhadap keadaan mereka, terutama apa yang bisa dan tidak bisa mereka lakukan. Jika Anda khawatir terpapar virus corona setiap kali keluar rumah, cobalah fokus pada apa yang bisa Anda lakukan, bukan pada apa yang tidak bisa Anda kendalikan.
Misalnya, Anda bisa menjaga jarak dengan orang lain, menggunakan masker, atau memilih berdiam diri di rumah untuk menghindari kontak fisik dengan orang lain. Dengan ditutupnya sekolah dan berbagai kegiatan penting dibatalkan, banyak remaja yang melewatkan beberapa momen terpenting dalam hidup mereka — dan momen aktivitas biasa seperti mengobrol dengan teman dan bersekolah.
Hal ini tidak hanya menghilangkan rasa frustrasi terhadap situasi baru ini, tetapi juga kecemasan dan rasa keterasingan yang berat akibat perubahan hidup yang cepat akibat epidemi.
Tips Menjaga Kesehatan Mental Selama Pandemi
Menurut analisis data Unicef, 99 persen (2,34 miliar) anak-anak dan remaja di bawah delapan belas tahun di seluruh dunia tinggal di salah satu dari 186 negara yang menerapkan beberapa bentuk pembatasan pergerakan karena COVID-19. 60 persen anak-anak tinggal di salah satu dari 82 negara yang mengalami penutupan total (7 persen) atau sebagian (53 persen), yaitu 1,4 miliar anak muda.
Menurut data survei Global Health Data Exchange 2017, 27,3 juta orang di Indonesia menderita masalah kesehatan mental. Artinya, setiap sepuluh orang di negeri ini menderita gangguan jiwa.
Di Indonesia saja pada tahun 2018, status mental remaja sebesar 9,8%, prevalensi gangguan mental emosional dengan gejala depresi dan kecemasan pada remaja di atas 15 tahun merupakan peningkatan sejak tahun 2013, prevalensi gangguan emosi. hanya 6% -leluhur. gejala depresi dan kecemasan pada remaja berusia lebih dari 15 tahun. Sementara itu, angka kejadian gangguan jiwa berat seperti skizofrenia mencapai 1,2 per seribu penduduk pada tahun 2013.
Ketika kesehatan mental remaja tertekan, mereka mungkin akan melihat gejala seperti tampak gelisah, nafsu makan menurun, pola tidur terganggu/susah tidur, dan rasa cemas yang berlebihan.
Saat Pandemi Covid-29, Ui Beri Edukasi Layanan Kesehatan Mental
Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi kesehatan mental remaja adalah dengan membantu remaja memahami bahwa kecemasan yang dialaminya adalah hal yang wajar. Kecemasan yang dialami remaja merupakan fungsi normal dan sehat yang dapat mengingatkan kita akan ancaman dan membantu kita melindungi diri.
Mencari informasi tersebut dari sumber terpercaya, mengurangi penggunaan media sosial, dan membatasi melihat/melihat berita terkait virus corona dapat mengurangi kecemasan bahkan pada generasi muda. Orang tua dapat menjadi mitra bersama bagi remaja jika memungkinkan. Beri remaja ruang untuk mengungkapkan kekhawatiran orang tuanya.
Tidak terlalu sering membicarakan virus corona atau mencari aktivitas yang menyenangkan dan produktif dapat mengurangi kecemasan dan mengurangi stres pada remaja.
Anak remaja Anda dapat terhubung dengan teman-temannya, berbagi cerita, dan mengungkapkan perasaannya. Dengan begitu, kebosanan akibat pandemi bisa terobati (Leyangan, Ungaran Timur) (13.07.2021) Meningkatnya kondisi pandemi Covid-19 tidak hanya mengancam kesehatan fisik tetapi juga mental masyarakat.
Self-care Secara Mental Di Saat Pandemi
Mewabahnya Covid-19 telah membawa banyak cara dan perubahan baru dalam kehidupan masyarakat, seperti bekerja dari rumah, ruang belajar, kehilangan pekerjaan karena PHK, berkurangnya pendapatan, dan lain-lain. Tentu saja hal ini tidak hanya mengancam kesehatan fisik, tetapi juga kondisi psikologis masyarakat sehingga berdampak pada kesehatan mental. Berdasarkan data yang diperoleh selama pandemi Covid-19 di Indonesia, jumlah penderita gangguan jiwa meningkat sebesar 20%, kata Dr. Ratih Widayati Sp.KJ yang merupakan dokter spesialis jiwa di RSUD Tugurejo Semarang.
Dengan munculnya permasalahan yang dialami masyarakat, mahasiswa Undip mengembangkan program kerja untuk masyarakat berupa psikoedukasi tentang menjaga kesehatan mental di masa pandemi. Hal ini bertujuan agar masyarakat mampu mengelola kesehatan mentalnya sehingga tercipta kondisi psikologis yang sehat dan sejahtera di tengah pandemi.
Usulan pekerjaan ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 13 Juli 2021 dan diperuntukkan bagi warga Bukit Leyangan Damai RT02/RW09, Desa Leyangan, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang. Sehubungan dengan kebijakan pemerintah terkait penerapan pembatasan masyarakat (PPKM), maka pengerjaan program harus diselesaikan melalui kelompok psikoedukasi online.
Pelaksanaan proyek ini mendapat sambutan baik dan mendapat respon yang sangat positif dari masyarakat. Diharapkan dengan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dapat memberikan manfaat dan membantu masyarakat untuk mengelola kesehatan mentalnya dengan baik meskipun dalam kondisi epidemi, agar tetap sehat mental meskipun di tengah epidemi dari definisi kesehatan WHO sebagai sehat tubuh, pikiran dan sosial. sehat Di tengah pandemi COVID-19, kita tidak hanya harus menjaga kesehatan, namun juga kesehatan mental dan sosial. Banyaknya berita domestik dan internasional sering kali memengaruhi keadaan pikiran, emosi, dan perilaku kita.
Infografis: Cara Sederhana Menjaga Kesehatan Mental Selama Pandemi Covid-19
Tanggapan terhadap pandemi ini beragam. Mulai dari rasa cemas, cemas, takut akan kesedihan, karena harus menjaga jarak satu sama lain dan tetap berada di rumah.
“Bagaimana jika saya menulari Anda atau keluarga?” “Batuk, apakah saya terinfeksi?”
Reaksi tubuh kita mungkin badan sering panas, terasa sakit di tenggorokan atau di dada, padahal pemeriksaannya normal-normal saja. Gejala lain yang muncul seperti seringnya sakit maag, asma yang tidak kunjung reda, dan berbagai kondisi fisik yang menjadi masalah ketika momen tersebut terjadi.
Masih banyak barang lain yang harus kita beli, meski kita tidak membutuhkan produk kebersihan diri, hand sanitizer, bahan makanan, dan lain-lain dalam waktu dekat.
Rumah Sakit Universitas Indonesia
Penjaga